Kamis, 11 September 2014

HAKEKAT KESADARAN DIRI

 

HAKEKAT TUJUAN HIDUP

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Sudah menjadi hukum universalitas Allah bahwa hakekatnya seluruh umat muslim dan muslimah di dunia adalah saudara. akan tetapi dapatkah setiap manusia yang mengaku dirinya muslim atau muslimah itu dapat menjalin hakekat silaturahim. dan kemudian sikap persaudaraan seperti apa yang di sebut sebagai rasa sambung dan aras saling mengkikat antara diri yang satu dengan diri yang lainya?? jawaban pertanyaan ini akan terus menjadi pertanyaan dalam diri kita semua, tanpa pernah mendapat jawaban yang pas dari sebagian umat manusia, jika kita semua melihat bagaimana sikap hidup manusia yang di sebut sebagai diri yang Islami. dalam kesempatan ini kami sedikit mengungkap tentang hasil nyata di sekeliling kehidupan kita, atau di mana saja kita berada, adakah jawaban tentang sikap persaudaraan atau yang lain kita sebut sebagai silaturahim( menyambungkan sifat saling asah, saling asuh dan salih asih itu). Dalam wacana kali ini kita ambil contih lingkup yang paling kecil yaitu sudara dan silaturahim dalam lingkup keluarga saja. 

Didalam keluarga kita mengenal ada Bapak, ada Ibu, ada Anak dlsb, didalam keluarga ini telah terjadi proses pembetukan karakter, pribadi yang berbeda-beda, kemauan yang berbeda-beda dan sikap hidup yang berbeda pula, lalu mana yang yang di sebut saudara dan sliaturahim di dalam keluarga ? jawabnya adalah tujuan hidup yang sama mengabdi kepada Allah, mengikuti printah Allah, dan menyatukan perbedaan itu menjadi sesuatu yang di rahmati Allah,  kita bisa melihat realita kehidupan kita dalam keluarga kadang perbedaan pendapat, ilmu pengetahuan atau sikap di jadikan tujuan yang berbeda, padahal didalam perbedaan itulah kita dapat melihat kesamaan tujuan, jikalau kita tidak memahami tentang hakekat perbedaan itu maka tidak akan dapat menemukan hakekat kesamaan tentang tujuan, karena apa seluruh manusia di beri yang nama Fitrah diri yang selalu mengikuti berbagai jalan kebaikan dan kebenaran yang lurus dan di ridahi serta di rahmati Allah SWT,  siapapun manusia di dunia ini walaupun pun berbeda- beda tentang harta, benda dan cinta  tetapi hakekatnya adalah sama yaitu melakukan kehidupan di dunia menuju pintu kehidupan selanjutnya yaitu akhirat, sebenarnya Alah menyuruh kita menjadi saudara itu adalah menjalin ssilaturahim, dengan teman  hidup yang berbeda, berbeda harta dan berbeda kasih sayang kepada sesama manusia selama di dunia, sebagai contoh laki-laki dan perempuan ini kan manusia yang berbeda secara fisik, beda secara naluri, beda berfikirnya, tetapi Allah menggabungkan perbedaan itu dalam satu tujuan hidup, jalan hidup, satu aktivitas hidup yaitu hanya satu hakekat langkah bersama-sama beribadah kepada Allah.  kemudian alat tali sambung dari kedua karakter yang berbeda, pribadi yang berbeda inilah disebut sebagai silaturahim yang kemudian  setelah terjadi  satu dengan yang lainya  mengenali perbedaan dalam kehidupan ini maka di sebut diri manusia telah menjadi saudara dalam kehidupan. Maka dari itu didalam Islam di perintahkan untuk menjalin perbedaan menjadi satu teman untuk menjalani hidup, jadi hanya sebatas teman, sahabat atau jalinan kesamaan dalam khidupanya. sedangkan pribadinya, sifatnya, dan jalan pikiranya akan berbeda-beda.

Saudaraku sekalin artinya dua orang yang  berbeda telah terhubungkan menjadi satu ikatan dalam menjalani hidup, kita kadang salah pengertian mengenai  tujuan hidup dengan jalinan hidup, banyak orang menangkap bahwa tujuan hidup itu sama dengan jalinan hidup dan akibatnya terjadi bercerai berai didalam kehidupan dunia ini, yang akhirnya tidak dapat menemukan hakekat tujuan hidup yang memang harus di jalani dengan saling menjalin, menghubungkan kehidupan satu dengan yang lainya itu menjadi satu tujuan hidup menyembah Allah, mengikuti perintah Allah, menuju jalan kembali kepada Allah dan menuju pintu-pintu yang pasti yaitu pintu kematian hidup dunia menuju pintu hidup alam kubur, serta di lanjutkan lagi satu tujuan hidup alam  Akhirat.   

 Jadi HAKEKAT tentang TUJUAN HIDUP DALAM ISLAM  adalah menjalin silaturahim dalam hidup dunia dan menjadi sauadara dalam hidup dunia  untuk satu tujuan hidup menuju alam kematian. Dus demikian siapa yang mengurangi jalinan atau hubungan hidup atau bahkan sampai mencerai berikan tali silatun hubungan hidup dengan manusia lainya maka orang tersebut tidak akan pernah menemukan jalan tujuan hidup. Sebaliknya siapa yang membangun jalinan hidupa dan memelihara tali hidup maka dia akan selalu di arahkan ketempat tujuan hakekat hidup yang sebenarnya.

Masih segar dalam ingatan kita, ketika kita melihat sesama hidup baik itu suami istri, anak dengan orang tua, mereka tidak menjalin tentang aspek hakekat dalam kehidupan dunia maka mereka tidak pernah tau dan mengerti tentang tujuan mereka hidup di dunia. jalinan silaturahim yang menghasilkan suatu persudaraan atau istilah lain lain teman hidup, sahabat hidup yang berlaku hanya di dunia, itulah rahmat dan karunia Tuhan Allah yang mengatur kehidupan semesta Alam, yang semuanya serba berbeda satu dengan yang lainya, jadi hanya orang-orang yang bodoh dan dungu yang   menjalin dan menjalani kehidupan berkata saya tidak cocok dengan anda, saya tidak sejalan dengan dia, anda atas dasar perbedaan pola pikir, perbedaan akitivitas dlsb. sungguh malang manusia yang berkata demikian, hanya orang-orang yang tidak mendapat petujuk hakekat hidup, orang yang menentang perintah Tuhan Allah tentang bagaimana menjalani hidup di dunia ini. 

Demikian sedikit kasanah yang kami sampikan kepada pembaca sekalian dapat merenungi untuk apa kita hidup di dunia, dan berjalan kemana kita hidup di dunia, dan berapa lama serta kemana kita akan berakhir menjalani kehidupan dunia ini, jangan sampai kita terhasud oleh tujuan-tujuan hidup yang tak pasti dan ingkar kepada hukum-hukum Allah yang berlaku di dunia ini. Mari kita amati dan padangi perbedaan sikap, perbedaan pribadi, perbedaan tentang keadaan hidup yang setiap saat berobah dan berganti serta berbeda-beda ini dapat di rangkum menjadi satu kerjasama hidup dengan satu tujuan yang sama sebagaimana kami gambarkan di atas.  Insya Allah setelah membaca wacana ini kita sadar dan menyadari serta memahami apa itu perbedaan hidup di dunia , apa itu persamaan hidup di dunia  dan apa itu tujuan hidup di dunia ini.  Ammin

Akhirusalam Shalawat dan salam kita sampaikan kehadirat Allah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang mengikutinya sampai akhiru jaman, beliau yang di utus untuk menjalin umatnya yang beraneka ragam perbedaan menjadi satu wujut kepastian hidup satu jalan satu tujuan dan satu hakekat kehidupan manusia, menuju alam-alam berikutnya, sesuai dengan Firman dan Wahyu Allah yang telah di beritakan oleh beliau.

Hanya Allah yang Maha Benar dan Hanya Allah Yang Maha Mengetahui tentang seluruh rahasia-rahasia kehidupan

Wassalamu Allaikum Warahmatullahi Wabarakhatu. 

Sumber         : http://akhirat-ku.blogspot.com/p/hakekat-tujuan-hidup.html

: (021) 5365.3095,5844.684,5686.072,3511.563
: www.pondokyatim.or.id
: https://www.facebook.com/pages/Pondok-Yatim-Dhuafa/151762135027094
https://twitter.com/pyd_yass

Senin, 08 September 2014

Keutamaan dan Hikmah Ibadah Qurban

 Keutamaan dan Hikmah Ibadah Qurban







Serial kedua kali ini membahas tentang pensyariatan udhiyah atau qurban, keutamaan dan hikmah dilaksanakan ibadah mulia tersebut. Namun perlu menjadi catatan penting di sini bahwa beberapa hadits yang menjelaskan keutamaan ibadah qurban adalah dho’if (lemah). Sudah cukup dengan hadits-hadits yang bersifat umum yang menunjukkan fadhilahnya.
Pensyariatan Udhiyah
Udhiyah pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu  ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.[1]
Dari sunnah terdapat riwayat dari Anas bin Malik, ia berkata,
ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966).
Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya udhiyah.[2]
Udhiyah disyari’atkan pada tahun 2 Hijriyah. Tahun tersebut adalah tahun di mana disyari’atkannya shalat ‘iedain (Idul Fithri dan Idul Adha), juga tahun disyari’atkannya zakat maal.[3]
Keutamaan Udhiyah
Tak diragukan lagi, udhiyah adalah ibadah pada Allah dan pendekatan diri pada-Nya, juga dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kaum muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada satu pun yang shahih. Ibnul ‘Arobi dalam ‘Aridhotil Ahwadzi (6: 288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan beberapa hadits yang ajiib (yang menakjubkan), namun tidak shahih.”[4]
Sejumlah hadits dho’if yang membicarakan keutamaan udhiyah,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493. Hadits ini adalah hadits yang dho’if kata Syaikh Al Albani)
عَنْ أَبِى دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ قَالَ « سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ». قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ ». قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ ».
Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah no. 3127. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan)[5]

Hikmah di Balik Menyembelih Qurban
Pertama: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.
Kedua: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).
Ketiga: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat  kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.[6]
Keempat: Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban. Ibnul Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.”[7]
Moga sajian ringkas ini semakin membuat kita bersemangat untuk melakukan ibadah yang mulia ini. Nantikan pembahasan serial ketiga mengenai hukum udhiyah atau qurban. Semoga Allah beri kemudahan dan kekuatan dalam beramal baik.

INFO :


: (021) 5365.3095,5844.684,5686.072

: www.pondokyatim.or.id
: https://www.facebook.com/pages/Pondok-Yatim-Dhuafa/151762135027094?ref=tn_tnmn
: https://twitter.com/pyd_yass